Senin, 04 November 2013

TULISAN 4



Pemerintah Diminta Serius Atasi Defisit Perdagangan

Sabtu, 02 November 2013 | 04:09 WIB

Metronews.com : Sejumlah ekonomi  melihat bahwa pemerintah perlu melakukan langkah serius untuk mengatasi defisit neraca perdagangan yang terus membengkak. Sebab, kondisi ini akan menekan transaksi berjalan dan meningkatkan volatilitas nilai tukar rupiah.

Hal tersebut ditegaskan oleh kepala ekonomi PT Bank Internasional Indonesia (BII) Juniman, dan ekonom dari Universitas Gajah Mada Sri Adiningsih. Juniman memaparkan bahwa defisit perdagangan ini disebabkan oleh masih kuatnya impor migas dan non migas. Penyebabnya adalah kebijakan yang dijalankan pemerintah tumpang tindih.

Ia mencontohkan, pemerintah menaikan harga bbm untuk menurunkan konsumsi migas. Akan tetapi, regulator fiscal itu mengeluarkan kebijakan mobil murah yang akhirnya mendorong kembali konsumsi bbm.

“Impor migas naik. Saya pesimis defisit migas berkurang, berpotensi lanjut,”ujar dia.

Kemudian, impor non migas yang naik, sehingga surplus nya menipis. Tingginya impor non migas itu terutama pangan dan bahan baku.”surplus non migas yang menipis ini berbahaya, gimana bila jadinya defisit juga, tentu akan membengkakakan neraca perdagangan,”tegas dia.

Sri Adiningsih menambahkan masih tingginya impor migas karena masih ketergantungannya aktivitas ekonomi pada energi fosil itu. Pemerintah belum mampu menyediakan energi terbarukan. 

“Investasi di sector migas juga masih kecil karena kebijkan pemerintah tidak menarik bagi investor. Sehingga investor migas dianggap kurang menguntungkan,”tutur dia.

“Kalau investasi di energi terbarukan harus pemerintah yang turun investasi secara penuh, negara-negara maju melakukan tersebut,”tambah dia. Baik Sri maupun Juniman berpendapat bahwa defisit perdangan yang terus membengkak ini akan berdampak pada transaksi berjalan. Sehingga kondisi ini akan mempengaruhi neraca pembayaran Indonesia.

Transaksi berjalan di proyeksikan berada pada kisaran 3,3-3,7% hingga akhir tahun.”Besaran defisit itu dipandang berbahaya, lampu kuning. Karena normalnya defisit inflasi pada kisaran 2 persen,”tegas Juniman.

Selain itu, kondisi ini juga akan memberi tekanan terhadap pergerakan rupiah. Nilai tukar akan berpotensi kembali melemah.”folatilitas nilai tukar akan kembali melebar. Kalau BI menjaga nilai tukar melalui intervensi, maka akan gerus cadangan devisa. Tetapi kalau dibiyarkan maka akan berdampak pada inflasi,”papar Sri.

Keduanya melihat bahwa upaya Bank Indonesia terbatas dalam mengendalikan defisit neraca perdagangan. Kondisi ini bergantung pada upaya pemerintah.

Defisit neraca perdagangan yang semakin membengkak ini kembali memberi tekanan di pasar uang dan pasar modal Indonesia. Nilai tukar rupiah hingga penutupan perdagangan di spot valuta asing antara bank berada di level Rp 11.335, turun 0,5 persen dibandingkan kemarin. Sementara index harga saham gabungan juga melemah 1,7 persen ke level 4.432.

Analisis :
Defisit neraca perdagangan yang semakin membengkak memberi tekanan pada pasar uang dan pasar modal Indonesia. Seharusnya pemerintah lebih memikirkan usaha untuk mengatasi masalah defisit perdagangan di Indonesia.

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar