Pemerintah Diminta Serius Atasi
Defisit Perdagangan
Sabtu, 02
November 2013 | 04:09 WIB
Metronews.com : Sejumlah ekonomi melihat bahwa pemerintah perlu melakukan
langkah serius untuk mengatasi defisit neraca perdagangan yang terus
membengkak. Sebab, kondisi ini akan menekan transaksi berjalan dan meningkatkan
volatilitas nilai tukar rupiah.
Hal tersebut ditegaskan oleh kepala
ekonomi PT Bank Internasional Indonesia (BII) Juniman, dan ekonom dari
Universitas Gajah Mada Sri Adiningsih. Juniman memaparkan bahwa defisit
perdagangan ini disebabkan oleh masih kuatnya impor migas dan non migas.
Penyebabnya adalah kebijakan yang dijalankan pemerintah tumpang tindih.
Ia mencontohkan, pemerintah menaikan
harga bbm untuk menurunkan konsumsi migas. Akan tetapi, regulator fiscal itu
mengeluarkan kebijakan mobil murah yang akhirnya mendorong kembali konsumsi
bbm.
“Impor migas naik. Saya pesimis defisit
migas berkurang, berpotensi lanjut,”ujar dia.
Kemudian, impor non migas yang naik,
sehingga surplus nya menipis. Tingginya impor non migas itu terutama pangan dan
bahan baku.”surplus non migas yang menipis ini berbahaya, gimana bila jadinya
defisit juga, tentu akan membengkakakan neraca perdagangan,”tegas dia.
Sri Adiningsih menambahkan masih
tingginya impor migas karena masih ketergantungannya aktivitas ekonomi pada
energi fosil itu. Pemerintah belum mampu menyediakan energi terbarukan.
“Investasi di sector migas juga masih
kecil karena kebijkan pemerintah tidak menarik bagi investor. Sehingga investor
migas dianggap kurang menguntungkan,”tutur dia.
“Kalau investasi di energi terbarukan
harus pemerintah yang turun investasi secara penuh, negara-negara maju
melakukan tersebut,”tambah dia. Baik Sri maupun Juniman berpendapat bahwa
defisit perdangan yang terus membengkak ini akan berdampak pada transaksi
berjalan. Sehingga kondisi ini akan mempengaruhi neraca pembayaran Indonesia.
Transaksi berjalan di proyeksikan berada
pada kisaran 3,3-3,7% hingga akhir tahun.”Besaran defisit itu dipandang
berbahaya, lampu kuning. Karena normalnya defisit inflasi pada kisaran 2
persen,”tegas Juniman.
Selain itu, kondisi ini juga akan
memberi tekanan terhadap pergerakan rupiah. Nilai tukar akan berpotensi kembali
melemah.”folatilitas nilai tukar akan kembali melebar. Kalau BI menjaga nilai
tukar melalui intervensi, maka akan gerus cadangan devisa. Tetapi kalau
dibiyarkan maka akan berdampak pada inflasi,”papar Sri.
Keduanya melihat bahwa upaya Bank
Indonesia terbatas dalam mengendalikan defisit neraca perdagangan. Kondisi ini
bergantung pada upaya pemerintah.
Defisit neraca perdagangan yang semakin
membengkak ini kembali memberi tekanan di pasar uang dan pasar modal Indonesia.
Nilai tukar rupiah hingga penutupan perdagangan di spot valuta asing antara
bank berada di level Rp 11.335, turun 0,5 persen dibandingkan kemarin.
Sementara index harga saham gabungan juga melemah 1,7 persen ke level 4.432.
Analisis
:
Defisit neraca perdagangan yang semakin
membengkak memberi tekanan pada pasar uang dan pasar modal Indonesia.
Seharusnya pemerintah lebih memikirkan usaha untuk mengatasi masalah defisit
perdagangan di Indonesia.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar